Keuangan Masa 1959 – 1965

Kediri 26-10-2009

Masa 1959 – 1965

 

Uang kertas Emisi 1964

Uang kertas Emisi 1964

 

 

Usaha-usaha yang telah dilakukan untuk menciptakan kondisi stabilisasi ekonomi ternyata belum berhasil menghentikan kemerosotan ekonomi, bahkan pada 1961-1962 harga-harga telah naik 400%. pemerintah saat itu terus berupaya menstabilkan perekonomian, kebijaksanaan moneter rasional tak lagi dilakukan. Tindakan yang dilakukan pada waktu itu adalah terus menerus mencetak uang, akibatnya semakin memperburuk keadaan yang berarti makin tinggi inflasi lebih-lebih setelah muncul G-30S/PKI. Pada saat situasi ini, pemerintah mulai mengambil kebijaksanaan mulai 13-12-1965 akan menarik peredaran semua mata uang pada waktu itu dan menggantikannya dengan mata uang baru dengan nilai 1000:1 dengan Penetapan Presiden No. 27 tahun 1965 tanggal 3 Desember 1965.

Baca lebih lanjut

Departemen Keuangan dari Masa ke Masa

Kediri 23 Oktober 2009

Departemen Keuangan dari Masa ke Masa.

Terbitnya ORI, tak serta merta membuat bangsa Indonesia menjadi makmur. Sebagaimana maklumat Menkeu saat itu –Sjafruddin Prawiranagara-, justru dengan terbitnya ORI-lah saatnya dimulai kerja keras yang sistematis, guna mewujudkan kemakmuran.

Bagaimana perjalanan keuangan Indonesia?  Silakan menyimak:

Masa 1946-1950

ORI selain secara politis ditujukan untuk menunjukkan kedaulatan RI, juga untuk menyehatkan ekonomi yang tengah dilanda inflasi hebat. Tujuan terakhir ini dicapai dengan cara meninggikan kurs ORI terhadap uang Jepang sebesar 1:50 di Jawa dan 1:100 di Sumatera dan daerah lainnya. Sebagai gambaran hebatnya inflasi saat itu, mata uang Jepang yang beredar di masyarakat pada bulan Agustus 1945 diperkirakan berjumlah sekitar 4 Milyar, 40%-nya beredar di Jawa. Jumlah ini membengkak setelah pasukan sekutu menduduki beberapa kota besar, menguasai bank-bank, dan menghamburkan f2,3 Milyar uang cadangan untuk membayar berbagai pengeluaran rutin, padahal penerimaan dari pajak dan bea masih belum berjalan dengan baik.

Tidak terbayangkan bagaimana kesulitan yang menimpa petani. Sebagai satu-satunya produsen pada jaman Jepang, merekalah yang paling banyak menyimpan uang. Maka merekalah yang paling dirugikan inflasi buatan NICA itu.

Kesulitan berlanjut dengan blokade dagang yang dijalankan Sekutu (= Angkatan Laut Belanda) yang mulai Nopember 1945 – dengan alasan mencegah penyelundupan senjata-  sejatinya adalah untuk mengucilkan RI dari dunia luar dan menghancurkan perekonomiannya.

Terlebih setelah di daerah pendudukan diberlakukan penarikan uang Jepang oleh Allied Military Administration Civil Affairs Branch (AMACAB). hapusnya uang Jepang di daerah RI dan pendudukan menimbulkan kesulitan baru. Uang Jepang yang tadinya digunakan warga pendudukan untuk membeli barang jadi (tekstil, obat, parts, bahkan senjata). NAMUN TERHITUNG TANGGAL 30 oKTOBER 1946 MASA KEEMASAN UANG JEPANG BERAKHIR DIGANTIKAN ORI.

PERTARUNGAN KEWIBAWAAN DUA MATA UANG DARI DUA PIHAK YANG SALING BERBEDA KEPENTINGAN ITU MEMAKSA ORANG HARUS MEMILIH. MENOLAK ATAU MENERIMA Uang NICA atau ORI. Tak jarang terjadi penganiayaan terhadap mereka yang Pro Republik karena tidak mau menerima uang NICA.

Karena blokade Belanda dan sulitnya komunikasi, banyak daerah yang mencetak mata uangnya sendiri. Tekanan dan meluasnya kekuasaan militer Belanda, yakni agresi militer pertama Belanda 21 Juli 1947 dan agresi militer kedua Belanda pada 19 Desember 1948 membuat pemusatan pencetakan dan pengedaran uang tak bisa diadakan lagi. Komunikasi normal antara pusat dan daerah terputus.

Banyak orang lupa, bahwa Yogyakarta selama empat tahun pernah menjadi ibukota Republik Indonesia. Tepatnya pada 4 Januari 1946 sampai 27 Desember 1949 ibukota Republik Indonesia ada di Yogyakarta.

Berpindahnya ibukota RI saat itu bukan tanpa alasan, situasi Jakarta kala itu dalam kondisi tidak aman dan roda pemerintahan RI macet total akibat adanya unsur-unsur yang saling berlawanan. Di satu pihak masih adanya pasukan Jepang yang memegang satus quo, di pihak lain adanya sekutu yang diboncengi NICA. Singkatnya, situasi Jakarta makin genting dan keselamatan para pemimpin bangsa pun terancam. Atas inisiatif HB IX, ibukota RI berpindah ke Yogyakarta. Hijrah ibukota RI itu merupakan atas nasehat dan prakarsa Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan dari Yogyalah persoalan politik bangsa dikoordinasikan. Semua itu bisa berhasil dengan baik berkat kepemimpinan HB IX.

Dipilihnya Yogya sebagai ibukota RI karena pandangan politik ke depan dan keberanian Sultan HB IX mengambil resiko. Sehingga dapat dikatakan HB IX dan masyarakatnya merupakan penyambung kelangsungn RI dalam menghadapi agresi militer Belanda. Sri Sultan Hamengkubuwono IX merupakan aktor intelektualis yang memiliki multi status. Selain sebagai Raja, kepala derah, menteri pertahanan, Sultan adalah key person dan juru runding dengan Belanda, juga sebagai figur kunci birokrasi sipil di Indonesia. Sri Sultan Hamengkubuwono IX yang aslinya bernama G.R.M Dorojatun, sejak diangkat menjadi Sultan 18 Maret 1940, menggantikan ayahnya Sri Sultan HB VIII sudah dekat dengan kalangan rakyat dan tentu saja beliau memahami aspirasi rakyat, termasuk penderitaan dan harapannya semasa penjajahan Belanda dan Jepang.

Guna memecahkan dan mengatasi masalah kekurangan uang tunai di daerah-daerah, RI membolehkan daerah mencetak Oeang Republik Indonesia Daerah (ORIDA). Sehingga semasa perjuangan mempertahankan kemerdekaan 1947 sampai 1949 dikenal:

  • URIPS (Uang Republik Indonesia Propinsi Sumatera) yang berlaku di sebagian Sumatera). Di Sumatera, Urida pertama adalah URIPS (Uang Republik Indonesia Propinsi Sumatera). Emisi pertama Urips tertanggal 11 April 1947, berdasarkan maklumat Gubernur Sumatera Mr. Tengku Moehammad Hasan No. 92/K.O., tertanggal 8 April 1947. Akibat agresi militer Belanda, pencetakan URIPS yang semula ada di Pematang Siantar dipindahkan ke Bukittinggi. URIPS emisi kedua ini terbit pada Agustus 1947.
  • URITA (Uang Republik Indonesia Tapanuli
  • URIPSU (Uang Republik Indonesia Sumatera Utara)
  • URIBA (uang Republik Indonesia Baru – Aceh). ORIBA/URIBA dikeluarkan untuk diedarkan di seluruh wilayah Indonesia apabila pengkuan kedaulatan telah dilakukan. URIBA yang dicetak mempunyai pecahan 10 sen, ½ rupiah, dan 100 rupiah dan hanya sempat diedarkan di wilayah Kutaraja (Aceh)
  • Uang Mandat Dewan Pertahanan Daerah Palembang
  • URIDAB (Uang Republik Indonesia Daerah Banten). Di Jawa, Urida pertama adalah “Uang Kertas Darurat Untuk Daerah Banten”. Emisi pertama uang kertas ini tertanggal 12 Desember 1947. Dasar hukumnya adalah Instruksi Pemerintah Pusat RI kepada Residen Banten Kiai Haji Achmad Chatib, untuk mencetak dan menerbitkan uang daerah yang berlaku sementara.

seri ORI JogjaKarena perpindahan ibukota inilah maka semua uang ORI yang diterbitkan pada tahun 1946 s/d 1949 yaitu seri ORI II, III, IV dan ORI Baru tercantum kata2 Djokjakarta.

Bukan lagi Djakarta seperti pada seri ORI I.

______

Rekam Jejak Nilai tukar Rupiah pada masa ini:

6 Maret 1946 : 1 rupiah menjadi 3 sen. Satu rupiah Jepang disamakan dengan tiga sen uang NICA yang mulai saat itu dinyatakan sebagai pengganti uang Jepang di daerah yang diduduki Sekutu.
7 Maret 1946 : Devaluasi rupiah sebesar 29,12%. Semula US$ 1 = Rp 1,88 menjadi US$ 1 = Rp 2,6525. Akan tetapi nilai tukar  US$ dipasar bebas 19,50 pada Januari 1948
20 September 1949 Devaluasi rupiah 1 US$ = Rp 3,80 Dengan catatan saldo perdagangan Indonesia sedang mengalami fase sangat tidak normal akibat kondisi perang dan revolusi
23 Oktober 1949 : Rp 100 = satu rupiah ORI (berlaku di luar Jawa dan Madura). Khusus di Jawa dan Madura, kurs penukaran adalah 5 : 1.
  • 6 Maret 1946 : 1 rupiah menjadi 3 sen. Satu rupiah Jepang disamakan dengan tiga sen uang NICA yang mulai saat itu dinyatakan sebagai pengganti uang Jepang di daerah yang diduduki Sekutu.
  • 7 Maret 1946 : Devaluasi rupiah sebesar 29,12%. Semula US$ 1 = Rp 1,88 menjadi US$ 1 = Rp 2,6525. Akan tetapi nilai tukar  US$ dipasar bebas 19,50 pada Januari 1948
  • 20 September 1949 Devaluasi rupiah 1 US$ = Rp 3,80 Dengan catatan saldo perdagangan Indonesia sedang mengalami fase sangat tidak normal akibat kondisi perang dan revolusi
  • 23 Oktober 1949 : Rp 100 = satu rupiah ORI (berlaku di luar Jawa dan Madura). Khusus di Jawa dan Madura, kurs penukaran adalah 5 : 1.

Masa 1950-1959 ...

Disebut juga kurun waktu ekonomi liberal.

17SjafruddinPrawiranegarSalah satu fenomena moneter yang paling terkenal adalah gunting Sjafruddin. Secara harfiah memang dilaukan pemotongan uang rupiah menjadi dua bagian. Bagian kiri tetap berlaku sebagai alat pembayaran yang sah dengan nilai separuhnya s.d tanggal 9-4-1950 pukul 18.00. Guntingan sebelah kanan dapat ditukar dengan obligasi negara 3% per tahun dan akan dibayarkan dalam 43 tahun.

Keputusan yang tercantum dalam Keputusan Menteri Keuangan RIS Mr. Sjafruddin Prawiranagara nomor PU-1 dan PU-2 itu ditujukan untuk uang kertas Javasche Bank dan Uang NICA. Tujuannya untuk menyedot jumlah uang beredar yang terlalu banyak, menghimpun dana pembangunan, dan menekan defisit anggaran belanja. Polemik pun mewabah terutama menyangkut masalah kerahasiaan kuputusan itu, dan penentuan hari H yang jatuh pada tanggung bulan yaitu 19 Maret pada saat orang cukup memegang uang dan buruh mingguan baru mendapat upah minggu keduanya.

Pengebirian Uang

Fenomena moneter yang tak kalah menariknya terjadi 9 tahun kemudian. 25 Agustus 1959 pecahan uang bernilai di atas Rp 100 diturunkan menjadi sepersepuluh nilai semula oleh Kabinet Kerja, Kabinet Presidensial Pertama setelah dekrit presiden untuk kembali ke UUD 1945.

Disamping itu, simpanan bank berjumlah lebih dari Rp 25.000,- dibekukan dan rupiah didevaluasikan terhadap dolar Amerika dari 1:11,4 menjadi 1:45. Kebijaksanaan ini ditujukan terutama kepada kaum spekulan dan pemegang uang panas. Tapi kenyataannya hampir seluruh masyarakat terkena, sebab umumnya orang segan memegang pecahan 50 dan seratus atau lebih kecil lagi.

Rekam jejak nilai tukar di masa ini:

  • Februari 1952 : Devaluasi Rupiah sebesar 66,67%. Semula US$ 1 = Rp 3,80 menjadi US$ 1 = Rp 11,40. Dipasar gelap tahun 1954 1 US$ = Rp. 44,- dan tahun 1955 1 US$= Rp.48,-
  • 25 Agustus 1959, uang harus “dikebiri” lagi. Uang kertas Rp 1.000,- (yang disebut si Gajah) dan Rp 500,- (si Macan) dinyatakan susut nilainya hingga tinggal 10%. Simpanan di bank yang nilainya melebihi Rp 25.000,- dibekukan. Rupiah didevaluasi dari 1 US$ = Rp. 11.40 menjadi 1 US$ = Rp. 45.
  • Dipasar gelap 1 Us $ = Rp. 93,75 pada akhir September 1959 naik menjadi Rp. 250 akhir Desember 1959

________________

Napak Tilas Lahirnya ORI

Kediri 21 Oktober 2009

Napak Tilas Lahirnya ORI – Dasar Hukum ORI

24 Oktober 1945, Menteri Keuangan Mr. AA. Maramis membentuk dan menugaskan sebuah tim yangterdiri atas anggota serikat buruh percetakan G. Kolf di Jakarta untuk melakukan peninjauan  ke Surabaya, Malang, Solo dan Yogyakarta untuk menentukan percetakan terbaik untuk memperoleh kepercayaan melaksanakan pencetakan uang itu.

Menkeu RI dengan surat keputusannya No. 3/RD, tanggal 7 Nopember 1945 menetapkan pembentukan panitia penyelenggara percetakan uang kertas Republik Indonesia yang diketuai oleh TRB Sabarudin, pejabat senior Kantor Besar Bank Rakyat Indonesia. Anggota tim antara lain: Baca lebih lanjut

Sejarah Keuangan menyertai Sejarah Republik ini

Kediri – 18 Oktober 2009

Sejarah Keuangan menyertai Sejarah Republik ini

Pekik merdeka semenjak 17-8-45 tak hanya didampingi oleh kekuatan senjata, namun ada alat lain juang yang juga merupakan tanda eksistensi republik baru. Alat itu adalah Uang Rupiah.
Karena itulah, sejarah perjuangan merebut dan mengisi kemerdekaan, sedikit atau banyak, langsung atau tidak, terkait dengan sejarah uang republik Indonesia.

History Continued…
Uang Jepang dan Pendudukan Belanda
bom atomMenjelang Proklamasi Kemerdekaan 17-8-1945, peperangan Jepang vs Sekutu masih berkecamuk. Jepang menyerah setelah peristiwa bom atom Hiroshima dan Nagasaki.
Jepang saat itu menduduki Indonesia, karena kalah, maka Belanda berupaya menjajah kembali Indonesia, salah satu caranya adalah dengan menguasai perekonomian melalui penguasaan peredaran Uang.

Saat proklamasi, beredar 4 (empat) jenis mata uang.

Pertama: Uang sisa kolonial Belanda; De Javasche Bank.

Gulden 1000Sebagai informasi, uang seri wayang orang saat ini menjadi incaran kolektor.

De nominasi yang tercatat adalah 5, 10, 25, 50, 100, 200, 500 dan 1000 Gulden

Klik di sini untuk detil.

Kedua: Uang yang sudah dipersiapkan Jepang sebelum menguasai Indonesia dengan bahasa resmi Belanda; De Japansche Regering dengan satuan gulden tahun 1942.

De Japansche Regeering 5 GuldenIni merupakan invansion money yang dikeluarkan Jepang setelah berhasil mengalahkan Belanda di Hindia Belanda a.k.a Indonesia. Tujuannya untuk menghancurkan nilai mata uang belanda yang sudah terlanjur beredar di Hindia Belanda. Nilai yang beredar 1 cent,5 cent, 10 cent, 1/2 gulden, 1 gulden, 5 gulden da 10 gulden. Info di sini

Ketiga: Uang pendudukan Jepang yang menggunakan Bahasa Indonesia, Pemerintah Dai Nippon Emisi 1943 dengan pecahan 100 rupiah dan 1000 rupiah.

Pemerintah Dai Nippon 100Hal menarik dapat disampaikan bahwa uang kertas ini tidak terdapat dalam jurnal keuangan Pemerintah Dai Nippon (semacam Undang-Undang / Osamu Seirei thn 1942, 1943,  1944  Januari – Juni dan tahun 1945)

Keempat: Dai Nippon Teikoku Seibu , cetakan 1944 dan 1945.

teikoku seihu 5

Pecahan 1/2 rupiah, 1 rupiah, gambar rumah minang 5 rupiah, 10 rupiah gatot kaca, dan 100 rupiah.

Tentara Inggris tiba di Indonesia pada tanggal 1-10-1945. Pihak Belanda yang masih merasa memiliki Hindia Belanda telah mempersiapkan diri dengan membentuk pemerintahan sipil berjuluk NICA yang dipimpin oleh Pejabat Gubernur Jenderal  H.J. Jend Van Mook.
Pembentukan NICA dimaksudkan untuk membantu penyelesaian masalah-masalah pemerintahan sipil setelah masa pendudukan.
Dengan alasan untuk menyelamatkan tentara Belanda (=sekutu) yang dalam masa pendudukan banyak ditawan Jepang, Van Mook dan NICA-nya ikut mendarat di pulau Jawa. Faktanya, mereka mendompleng dan dipersenjatai Belanda untuk bisa ikut melawan RI.

NICA 500Dalam perkembangannya, Letjend Sir Montague Stopford, panglima AFNEI (Allied Forces Netherlands Indie) melarang pasukannya menerima uang Jepang. Sebagai gantinya dikeluarkan uang NICA dengan pecahan 50 cent, 1, 2 1/2,  5, 10, 100, 500 Gulden) yang dicetak di Australia 1943 dan bergambar Ratu Wilhelmia sebagai alat pembayaran yang sah bagi semua pihak yang bertikai saat itu, yaitu Republik Indonesia, Belanda, dan Sekutu. Kurs penukaran uang NICA ditetapkan 3% terhadap uang Jepang, yang berarti satu rupiah uang Jepang dinilai = tiga sen uang NICA. Tindakan ini diprotes oleh Perdana Menteri Sutan Sjahrir, yang menyebutnya sebagai tindakan pelanggaran hak kedaulatan RI dan mengingkari perjanjian untuk tidak mengeluarkan mata uang baru selama situasi politik belum stabil.

Dengan diberlakukannya uang NICA di daerah pendudukan mulai menimbulkan kesulitan terutama agi mereka yang berdian di daerah pendudukan seperti Jakarta, Bogor, Bandung, Surabaya, dan Semarang serta sebagian Sumatera yaitu Medan dan Palembang. Daerah pendudukan terpisah dari produksi barang sehari-hari. Orang yang bekerja di daerah pendudukan menerima upah dan gaji dalam bentuk uang NICA, padahal pedagang dan petani hanya mau menerima uang Jepang yang merupakan uang sah di Republik Indonesia sebagaimana dianjurkan pemerintah RI.

Keterbatasan dan ketidakwibawaan uang NICA itu berakibat merosotnya lurs. Dari 3% menjadi 5%. Sementara harga barang-barang keprluan hidup terus membumbung, sebab uang Jepang semakin banyak tersedot ke daerah produksi di pedalaman. Sedang di sana juga terjadi inflasi, disamping barang-barang sulit didistribusikan dari daerah itu.

Mr AA Maramis

Mr AA Maramis

Pada tanggal 24 Oktober 1945, Menteri Keuangan Mr. AA. Maramis menginstruksikan Serikat Buruh Percetakan G. Kolf Jakarta untuk bertindak selaku Tim Pencari Data menemukan percetakan uang yang teknologinya relatif modern dan memadai.

Sebagai hasilnya, percetakan G.Kolf Jakarta yang dikuasai Serikat Buruh dan Percetakan Nederlands Indische Metaalwaren en Emballage Fabrieken (NIMEF) di Kendalpayak, Malang memenuhi syarat. Info klik di sini.

Percetakan Kendalpayak

Percetakan Kendalpayak

Upaya pencetakan ORI ini ditangani oleh RAS Winanrno dan Joenet Ramli. Percetakan ORI mulai dilakukan sejak bulan Januari yang sempat dihentikan pada bulan Mei 1946. Pencetakan dipindahkan dan dilanjutkan tersebar di daerah pedalaman seperti Jogja, Surabakarta, Malang, dan Ponorogo dengan memanfaatkan berbagai percetakan swasta.

Akhirnya, usaha yang tidak kenal lelah untuk menerbitkan uang sendiri memperlihatkan hasilnya dengan diterbitkannya EMISI PERTAMA uang kertas ORI pada tanggal 30 Oktober 1946.

Emisi I ORI terdiri pecahan bernilai 1, 5, 10 dan 50 sen. Kemudian disusul pecahan 1, 5, 10, 100 rupiah, semuanya ditandatangani Menteri Keuangan RI, karena pencetakan ORI tersebut selain mengandung maksud untuk mematahkan dominasi uang NICA, juga untuk membesarkan hati bangsa yang baru merdeka.

_____________


Dari Bung Hatta kepada Indonesia

<< kembali ke www.beacukai-kediri.com

Menuju Hari Keuangan ke-63:  30 Oktober 1946-30 Oktober 2009″

Dari Bung Hatta kepada Indonesia

Kediri – 16-10-2009

Bung Hatta

Sebagaimana kami utarakan sebelumnya, www.beacukai-kediri.com akan memposting sejarah ORI beserta perjalanan Departemen Keuangan.

Tulisan ini adalah posting pertama dari Seri  Menuju Hari Keuangan ke-63:  30 Oktober 1946-30 Oktober 2009.

Sengaja kami awali dengan pidato legendaris Bung Hatta pada malam sebelum berlakunya ORI 29-10-1946 pukul 00:00 yang di siarkan melalui RRI Yogyakarta. Baca lebih lanjut